Selasa, 03 Mei 2016


MAKALAH



STRATEGI BELAJAR MENGAJAR
“Paradigma Baru Tentang Mengajar”


Dosen Pembimbing:
ABD. HAMID, M.Pd.I






Oleh :
Semester : IVC – PAI



MOH. ALI KUTSI







INSTITUT ILMU KEISLAMAN ZAINUL HASAN
KRAKSAAN-PROBOLINGGO
TAHUN 2016











KATA PENGANTAR


Syukur Alhamdulillah kami haturkan kepada Allah SWT. yang telah memberikan beberapa kenikmatan yang berupa Iman, Islam dan kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Paradigma Baru Tentang Mengajar.
Salawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW.rasul yang terahir yang telah membawa kita dari alam jahiliyah menuju alam ilmiyah yang penuh barakah ini
Mereka yang telah memberikan arahan dan bimbingan juga bantuan berupa materiil kepada kami, sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Tidak lupa kami haturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam penulisan makalah ini , begitu juga kami mohon maaf apabila dalam penulisan ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan sehingga saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan.






                                                                   Kraksaan, 8 April 2016


                                                                               Penulis











DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I       :   PENDAHULUAN....................................................................... 1
                      A. Latar Belakang Masalah........................................................... 1
                      B. Rumusan Masalah..................................................................... 1
BAB II      :   PEMBAHASAN.......................................................................... 2
                      A. Pengertian Mengajar ................................................................ 2
                      B. Perlunya Perubahan Paradigma Tentang Mengajar ................. 5
                      C. Paradigma Baru Dalam Mengajar (Pembelajaran) ................... 8
BAB III    :  PENUTUP ................................................................................. 12
                      A.  Kesimpulan............................................................................ 12
                      B. Kritik Dan Saran..................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 13


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah
Dalam suatu proses belajar mengajar, dua unsur yang sangat penting adalah metode mengajar dan media pembelajaran. Kedua aspek ini saling berkaitan. Pemilihan salah satu metode mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis media pembelajaran yang sesuai, meskipun masih ada berbagai aspek lain yang harus diperhatikan dalam memilih media pembelajaran, antara lain tujuan pembelajaran, jenis tugas dan respons yang diharapkan, ternasuk karakteristik siswa. Meskipun demikian, dapat dikatakan bahwa salah satu fungsi utama media pembelajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru.
Pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan minat dan keinginan yang baru, motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pengajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat itu, sehingga yang menjadi tujuan dari pembelajaran bisa tercapai secara maksimal.

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Apakah perlu paradigma baru dalam mengajar ?
2.      Bagaimanakah paradigma baru dalam mengajar ?


BAB II
PEMBAHASAN



A.   PENGERTIAN MENGAJAR
Mengajar merupakan suatu proses yang kompleks. Tidak hanya sekedar menyampaiklan informasi dari guru kepada siswa. banyak kegiatan maupun tindakan yang harus dilakukan, terutama bila diingkan hasil belajar lebih baik pada seluruh siswa.
Mengajar adalah segala upaya yang disengaja dalam rangka memberi kemungkinan bagi siswa untuk terjadinya proses belajar sesuai dengan tujuan yang dirumuskan.
Menurut William H Button, pengertian mengajar adalah upaya dalam memberikan perangsang (stimulus), bimbingan, pengarahan, dan dorongan, kepada siswa agar terjadi proses belajar.
Menurut Gagne dan Bringgs mengajar adalah bukan upaya guru menyampaikan bahan pelajaran, tetapi bagaimana siswa dapat mempelajari bahan pelajaran sesuai tujuan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat difahami bahwa aktivitas yang menonjol dalam pengajaran ada pada siswa. namun demikian bukanlah berarti peran guru tersisih, melainkan diubah. Guru berperan bukan sebagai penyampai informasi, tetapi bertindak sebagai director dan falitator of learning yaitu pengarah dan pemberi fasilitas untuk terjadinya proses belajar.[1]
Guru sebagai fasilitator dalam proses belajar mengajar bertugas menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar yang lebih efektif dan efisien. Sebelum mengajar, guru harus merencanakan kegiatan pengajaran secara sistematis, sehingga dapat terampil dalam proses belajar mengajar.
Achmad Badawi mengatakan bahwa mengajar yang dilakukan oleh guru dikatakan berkualitas apabila seorang guru dapat menampilkan kelakuan yang baik dalam usaha mengajarnya. Kelakukan tersebut diharapkan mencerminkan kemampuan guru dalam mengelola proses belajar mengajar yang berkualitas yang meliputi:
1.   Kemampuan dalam mempersiapkan pengajaran.
a.   Kemampuan merencanakan proses belajar mengajar.
b.   Kemampuan mempersiapkan bahan pengajaran.
c.   Kemampuan merencanakan media dan sumber.
d.   Kemampuan merencanakan penilaian terhadap prestasi siswa.
2.   Kemampuan dalam melaksanakan pengajaran.
a.   Kemampuan menguasai bahan yang direncanakan dan disesuaikannya.
b.   Kemampuan dalam mengelola proses belajar mengajar.
c.   Kemampuan mengelola kelas.
d.   Kemampuan menggunakan metode dan sumber.
e.   Kemampuan melaksanakan interaksi belajar mengajar.
f.    Kemampuan melaksanakan penilaian terhadap hasil pengajaran.
g.   Kemampuan pengadministrasian kegiatan belajar mengajar.[2]
Pembelajaran terkait dengan bagaimana (how to) membelajarkan siswa atau bagaimana membuat siswa dapat belajar dengan mudah dan terdorong oleh kemauannya sendiri untuk mempelajari apa (what to) yang teraktualiasi dalam kurikulum sebagai kebutuhan peserta didik. Oleh karena itu, pembelajaran berupaya menjabarkan nilai-nilai yang terkandung di dalam kurikulum dengan menganalisis tujuan pembelajaran dan karakteristik isi bidang studi yang terkandung dalam kurikulum.
Pencapaian keberhasilan belajar tidak hanya menjadi tanggung jawab siswa saja, tetapi guru ikut bertanggung jawab dalam menciptakan situasi yang mendorong prakarsa, motivasi siswa untuk melakukan kegiatan belajar sepanjang hayat. Karena itu, dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran guru harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.   Berpusat pada siswa
Setiap siswa pada dasarnya berbeda, dan telah ada dalam dirinya minat (interest), kemampuan (ability), kesenangan (preference), pengalaman (experience) dan cara belajar (learning style) yang berbeda antara siswa yang satu dengan siswa lainnya. Oleh karena itu guru harus mengorganisasikan kegiatan pembelajaran, materi pembelajaran, waktu belajar, media dan sumber belajar, dan cara penilaian yang disesuaikan dengan karakteristik individual siswa.
2.   Pembalikan makna belajar
Dalam konsep tradisional belajar hanya diartikan penerimaan informasi oleh peserta didik dari guru. Namun makna belajar ini harus dibalik, di mana belajar diartikan proses aktivitas dan kegiatan siswa membangun pengetahuan dan pemahaman terhadap informasi atau pengalaman. Dan pada dasarnya proses membangun pengetahuann dan pemahaman dapat dilakukan sendiri oleh siswa dengan persepsi, pikiran serta perasaan siswa.
3.   Belajar dengan melakukan
Aktivitas siswa dalam belajar akan sangat ideal apabila dilakukan dalam kegiatan nyata yang melibatkan dirinya, terutama untuk mencari dan menemukan serta mempraktekkannya sendiri. Dengan cara ini siswa tidak akan mudah melupakan apa yang diperolehnya selama mengikuti pembelajaran.
4.   Mengembangkan kemampuan sosial, kognitif dan emosional
Dalam kegiatan pembelajaran siswa harus dikondisikan dalam suasana interaksi dengan orang lain seperti antar siswa, antara siswa dengan guru, dan siswa dengan masyarakat. Dengan interaksi yang intensif siswa akan mudah untuk membangun pemahamannya. Guru harus mendorong terjadinya sosialisasi pada diri masing-masing siswa, di mana siswa belajar saling menghormati dan menghargai terhadap perbedaan-perbedaan dan agar siswa terdorong untuk saling membangun pengertian yang diselaraskan dengan pengetahuan dan tindakannya.
5.   Mengembangkan keterampilan pemecahan masalah
Dalam kehidupan sehari-hari setiap orang akan dihadapkan kepada berbagai permasalahan yang harus diselesaikan, sehingga diperlukan keterampilan dalam memecahkan masalah. Untuk itu seseorang harus belajar melalui pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran perlu diciptakan situasi yang menantang kepada siswa untuk mencari dan menemukan masalah, serta melakukan pemecahan dan mengambil kesimpulan.
6.   Mengembangkan kemampuan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi
Ilmu pengetahuan dan teknologi diciptakan untuk memudahkan manusia dalam menjalankan kehidupannya sehingga siswa perlu mengenal dan mampu menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi sejak dini, serta tidak gagap terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran diarahkan untuk memberikan kesempatan dan peluang kepada siswa memperoleh informasi dari sumber belajar dan media pembelajaran yang menggunakan teknologi serta diarahkan untuk mengenal dan mampu menggunakan multi media yang dapat dapat digunakan dalam penyajian materi pembelajaran.
7.   Belajar sepanjang hayat
Dalam Islam menuntut ilmu diwajibkan bagi setiap muslim. Siswa memerlukan kemampuan belajar sepanjang hayat dalam rangka memupuk dan mengembangkan ketahanan fisik dan mentalnya, sehingga pembelajaran diarahkan agar siswa berpikir positif tentang siapa dirinya, mengenali dirinya sendiri dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya serta mensyukuri atas segala rahmat, nikmat serta karunia yang telah dianugerahkan Allah kepada dirinya.
8.   Perpaduan kemandirian dan kerjasama
Siswa perlu diberi pengertian dan pemahaman untuk belajar berkompetisi secara sehat, bekerjasama, dan mengembangkan solidaritasnya. Hal ini perlu dikembangkan oleh guru dengan pemberian tugas-tugas individu untuk menumbuhkan kemandirian dan semangat berkompetisi maupun tugas kelompok untuk menumbuhkan kerjasama dan solidaritas.[3]

B.   PERLUNYA PERUBAHAN PARADIGMA TENTANG MENGAJAR
Mengajar adalah terjemahan dari teach secara deskriptif mengajar diartikan sebagai proses penyampaian informasi atau pengetahuan dari guru kepada peserta didik. Proses penyampaian ini sering juga dianggap sebagai proses mentransfer ilmu. Dalam konteks ini transfer tidak diartikan dengan pemindahan seperti mentransfer uang, maka jumlah uang yang dimiliki seseorang akan berkurang bahkan hilang setelah ditransfer pada orang lain.[4]
Tetapi apakah mengajar pada abad teknologi ini masih diartikan hanya  sebagai proses penyampaian informasi atau pengetahuan dari guru kepada peserta didik  sebagai proses menanamkan pengetahuan dalam abad teknologi sekarang ini masih berlaku? Bagaimana seandainya pengajar (guru) tidak berhasil menanamkan pengetahuan kepada orang yang diajarnya masih juga dianggap orang tersebut telah mengajar? Lalu, kalau begitu apa kriteria keberhasilan mengajar? Apakah mengajar hanya ditentukan oleh seberapa be-sar pengetahuan yang telah disampaikan?
Pandangan mengajar yang hanya sebatas menyampaikan ilmu pengeta-huan itu, dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan. Mengapa demiki-an? Minimal ada tiga alasan penting. Alasan inilah yang kemudian menuntut perlu terjadinya perubahan paradigma mengajar dari mengajar hanya sebatas menyampaikan materi pelajaran kepada mengajar sebagai proses mengatur lingkungan.
1)    Pertama, siswa bukan orang dewasa dalam bentuk mini, akan tetapi me-reka adalah organisme yang sedang berkembang. Agar mereka dapat melak-sanakan tugas-tugas perkembangannya, dibutuhkan orang dewasa yang dapat mengarahkan dan membimbing mereka agar tumbuh dan berkembang secara optimal. Oleh karena itulah, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khu-susnya teknologi informasi yang memungkinkan setiap siswa dapat dengan mudah mendapatkan berbagai informasi, tugas dan tanggung jawab guru bu-kan semakin sempit akan tetapi justru semakin komplek. Guru bukan saja di-tuntut untuk lebih aktif mencari informasi yang dibutuhkan, akan tetapi ia ju-ga harus mampu menyeleksi berbagai informasi, sehingga dapat menunjuk-kan pada siswa informasi yang dianggap perlu dan penting untuk kehidupan mereka. Guru harus menjaga siswa agar tidak terpengaruh oleh berbagai in-formasi yang dapat menyesatkan dan mengganggu pertumbuhan dan perkem-bangan mereka. Karena itulah, kemajuan teknologi menuntut perubahan pe-ran guru. Guru tidak lagi memposisikan diri sebagai sumber belajar yang ber-tugas menyampaikan informasi, akan tetapi harus berperan sebagai pengelola sumber belajar untuk dimanfaatkan siswa itu sendiri.
2)    Kedua, ledakan ilmu pengetahuan mengakibatkan kecenderungan setiap orang tidak mungkin dapat menguasai setiap cabang keilmuan. Begitu hebat-nya perkembangan ilmu biologi, ilmu ekonomi, hukum dan lain sebagainya. Apa yang dulu tidak pernah terbayangkan, sekarang menjadi kenyataan. Dalam bidang teknologi, begitu hebatnya orang menciptakan benda-benda me-kanik yang bukan hanya diam, tapi bergerak, bahkan dapat terbang menem-bus angkasa luar. Demikian juga kehebatan para ahli yang bergerak dalam bidang kesehatan yang mampu mencangkok organ tubuh manusia sehingga menambah harapan hidup manusia. Semua dibalik kehebatan-kehebatan itu, bersumber dari apa yang kita sebut sebagai pengetahuan. Abad pengetahuan itulah yang seharusnya menjadi dasar perubahan. Bahwa belajar, bukan ha-nya sekedar mengahapal informasi, menghapal rumus-rumus, akan tetapi ba-gaimana menggunakan informasi dan pengatahuan itu untuk mengasah ke-mampuan berpikir.
3)    Ketiga, penemuan-penemuan baru khususnya dalam bidang psikologi, mengakibatkan pemahaman baru terhadap konsep perubahan tingkah laku manusia. Dewasa ini, anggapan manusia sebagai organisma yang pasif yang perilakunya dapat ditentukan oleh lingkungan seperti yang dijelaskan dalam aliran behavioristik, telah banyak ditinggalkan orang. Orang sekarang lebih percaya, bahwa manusia adalah organisme yang memiliki potensi seperti yang dikembangkan oleh aliran kognitif wholistik. Potensi itulah yang akan menen-tukan perilaku manusia. Oleh karena itu proses pendidikan bukan lagi mem-berikan stimulus, akan tetapi usaha mengembangkan potensi yang dimiliki. Di sini, siswa tidak lagi dianggap sebagai objek, akan tetapi sebagai subjek belajar yang harus mencari dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pe-ngetahuan itu tidak diberikan, akan tetapi dibangun oleh siswa.
Ketiga hal di atas, menuntut perubahan makna dalam mengajar. Mengajar tidak hanya diartikan sebagai proses menyampaikan materi pembelajaran, atau memberikan stimulus sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi ju-ga mengajar dipandang sebagai proses mengatur lingkungan agar siswa bela-jar sesuai dengan kemampuan dan potensi yang dimilikinya. Pengaturan ling-kungan adalah proses menciptakan iklim yang baik seperti penataan lingkung-an, penyediaan alat dan sumber pembelajaran, dan hal-hal lain yang memung-kinkan siswa betah dan merasa senang belajar sehingga mereka dapat berkem-bang secara optimal sesuai dengan bakat, minat dan potensi yang dimilikinya. Istilah mengajar bergeser pada istilah pembelajaran yang sering digunakan dewasa ini.

C.   PARADIGMA BARU DALAM MENGAJAR (PEMBELAJARAN)
Dalam paradigma baru pendidikan, tujuan pembelajaran bukan hanya untuk merubah perilaku siswa, tetapi membentuk karakter dan sikap mental profesional yang berorientasi pada global mindset. Fokus pembelajarannya adalah pada ‘mempelajari cara belajar’ (learning how to learn) dan bukan hanya semata pada mempelajari substansi mata pelajaran. Sedangkan pendekatan, strategi dan metoda pembelajarannya adalah mengacu pada konsep konstruktivisme yang mendorong dan menghargai usaha belajar siswa dengan proses enquiry & discovery learning. Dengan pembelajaran konstruktivisme memungkinkan terjadinya pembelajaran berbasis masalah. Siswa sebagai stakeholder terlibat langsung dengan masalah, dan tertantang untuk belajar menyelesaikan berbagai masalah yang relevan dengan kehidupan mereka. Dengan skenario pembelajaran berbasis masalah ini siswa akan berusaha memberdayakan seluruh potensi akademik dan strategi yang mereka miliki untuk menyelesaikan masalah secara individu/kelompok. Prinsip pembelajaran konstruktivisme yang berorientasi pada masalah dan tantangan akan menghasilkan sikap mental profesional, yang disebut researchmindedness dalam pola pikir siswa, sehingga kegiatan pembelajaran selalu menantang dan menyenangkan.
Diantara model pembelajaran yang masih relevan sekarang ini yaitu PAKEM. Mengapa Pakem?. Pakem yang merupakan singkatan dari pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan, merupakan sebuah model pembelajaran kontekstual yang melibatkan paling sedikit empat prinsip utama dalam proses pembelajarannya.
1)    Pertama, proses Interaksi (siswa berinteraksi secara aktif dengan guru, rekan siswa, multi-media, referensi, lingkungan dsb).
2)    Kedua, proses Komunikasi (siswa mengkomunikasikan pengalaman belajar mereka dengan guru dan rekan siswa lain melalui cerita, dialog atau melalui simulasi role-play).
3)    Ketiga, proses Refleksi, (siswa memikirkan kembali tentang kebermaknaan apa yang mereka telah pelajari, dan apa yang mereka telah lakukan).
4)    Keempat, proses Eksplorasi (siswa mengalami langsung dengan melibatkan semua indera mereka melalui pengamatan, percobaan, penyelidikan dan/atau wawancara).
Pelaksanaan Pakem harus memperhatikan bakat, minat dan modalitas belajar siswa, dan bukan semata potensi akademiknya. Dalam pendekatan pembelajaran Quantum (Quantum Learning) ada tiga macam modalitas siswa, yaitu modalitas visual, auditorial dan kinestetik. Dengan modalitas visual dimaksudkan bahwa kekuatan belajar siswa terletak pada indera ‘mata’ (membaca teks, grafik atau dengan melihat suatu peristiwa), kekuatan auditorial terletak pada indera ‘pendengaran’ (mendengar dan menyimak penjelasan atau cerita), dan kekuatan kinestetik terletak pada ‘perabaan’ (seperti menunjuk, menyentuh atau melakukan). Jadi, dengan memahami kecenderungan potensi modalitas siswa tersebut, maka seorang guru harus mampu merancang media, metoda/atau materi pembelajaran kontekstual yang relevan dengan kecenderungan potensi atau modalitas belajar siswa.
Peranan Seorang Guru. Agar pelaksanaan Pakem berjalan sebagaimana diharapkan, John B. Biggs and Ross Telfer, dalam bukunya “The Process of Learning”, 1987, edisi kedua, menyebutkan paling tidak ada 12 aspek dari sebuah pembelajaran kreatif, yang harus dipahami dan dilakukan oleh seorang guru yang baik dalam proses pembelajaran terhadap siswa:[5]
1)      Memahami potensi siswa yang tersembunyi dan mendorongnya untuk berkembang sesuai dengan kecenderungan bakat dan minat mereka,
2)      Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar meningkatkan rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan bantuan jika mereka membutuhkan,
3)      Menghargai potensi siswa yang lemah/lamban dan memperlihatkan entuisme terhadap ide serta gagasan mereka,
4)      Mendorong siswa untuk terus maju mencapai sukses dalam bidang yang diminati dan penghargaan atas prestasi mereka,
5)      Mengakui pekerjaan siswa dalam satu bidang untuk memberikan semangat pada pekerjaan lain berikutnya.
6)      Menggunakan kemampuan fantasi dalam proses pembelajaran untuk membangun hubungan dengan realitas dan kehidupan nyata.
7)      Memuji keindahan perbedaan potensi, karakter, bakat dan minat serta modalitas gaya belajar individu siswa,
8)      Mendorong dan menghargai keterlibatan individu siswa secara penuh dalam proyek-proyek pembelajaran mandiri,
9)      Menyatakan kapada para siswa bahwa guru-guru merupakan mitra mereka dan perannya sebagai motivator dan fasilitator bagi siswa.
10)  Menciptakan suasana belajar yang kondusif dan bebas dari tekanan dan intimidasi dalam usaha meyakinkan minat belajar siswa,
11)  Mendorong terjadinya proses pembelajaran interaktif, kolaboratif, inkuiri dan diskaveri agar terbentuk budaya belajar yang bermakna (meaningful learning) pada siswa.
12)  Memberikan tes/ujian yang bisa mendorong terjadinya umpan balik dan semangat/gairah pada siswa untuk ingin mempelajari materi lebih dalam.
Proses pembelajaran akan berlangsung seperti yang diharapkan dalam pelaksanaan konsep Pakem jika peran para guru dalam berinteraksi dengan siswanya selalu memberikan motivasi, dan memfasilitasinya tanpa mendominasi, memberikan kesempatan untuk berpartisipasi aktif, membantu dan mengarahkan siswanya untuk mengembangkan bakat dan minat mereka melalui proses pembelajaran yang terencana. Perlu dicatat bahwa tugas dan tanggung jawab utama para guru dalam paradigma baru pendidikan ”bukan membuat siswa belajar” tetapi ”membuat siswa mau belajar”, dan juga ”bukan mengajarkan mata pelajaran” tetapi ”mengajarkan cara bagaimana mempelajari mata pelajaran”. Prinsip pembelajaran yang perlu dilakukan: ”Jangan meminta siswa Anda hanya untuk mendengarkan, karena mereka akan lupa. Jangan membuat siswa Anda memperhatikan saja, karena mereka hanya bisa mengingat. Tetapi yakinkan siswa Anda untuk melakukannya, pasti mereka akan mengerti”.







BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Mengajar merupakan suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak, sehingga terjadi proses belajar. Kegiatan mengajar biasanya diidentikkan dengan tugas guru di sekolah dan dosen di perguruan tinggi. Mengajar pada hakekatnya adalah melakukan kegiatan belajar, sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien.
Pengertian mengajar secara deskriptif diartikan sebagai proses penyampaian informasi atau pengetahuan dari guru kepada peserta didik. Tetapi paradigma baru pendidikan menuntut perubahan makna dalam mengajar. Mengajar tidak hanya diartikan sebagai proses menyampaikan materi pembelajaran, atau memberikan stimulus sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi ju-ga mengajar dipandang sebagai proses mengatur lingkungan agar siswa belajar sesuai dengan kemampuan dan potensi yang dimilikinya.
Dalam paradigma baru pendidikan, tujuan pembelajaran bukan hanya untuk merubah perilaku siswa, tetapi membentuk karakter dan sikap mental profesional yang berorientasi pada global mindset. Fokus pembelajarannya adalah pada ‘mempelajari cara belajar’ (learning how to learn) dan bukan hanya semata pada mempelajari substansi mata pelajaran.

B.     Kritik Dan Saran
Penulis banyak berharap para pembaca dapat  memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan - kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca  pada umumnya.



DAFTAR PUSTAKA



B. Surya Subroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta, 1997
Darwin Syah, Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Gaung Persada Press, 2007
Muhammad Ali, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung, Sinar Baru Algensindo, 2008
Usman, Moh Uzer. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2000
Andri Hakim. Hipnosis In Teaching (Cara Dahsyat Mendidikan dan Mengajar). Jakarta: Visimedia, 2011



[1] Muhammad Ali, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung, Sinar Baru Algensindo, 2008), hlm 11-13
[2] B. Surya Subroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah (Jakarta: Rineka Cipta, 1997)., hlm. 20
[3] Darwin Syah, Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), hlm. 285.
[4] Usman, Moh Uzer. Menjadi Guru Profesional. (Bandung: Remaja Rosdakarya. 2000), hlm. 66
[5] Andri Hakim. Hipnosis In Teaching (Cara Dahsyat Mendidikan dan Mengajar). (Jakarta: Visimedia, 2011), hlm. 94

Tidak ada komentar:

Posting Komentar