MAKALAH
STRATEGI BELAJAR MENGAJAR
“Paradigma Baru Tentang Mengajar”
Dosen Pembimbing:
ABD.
HAMID, M.Pd.I
Oleh :
Semester : IVC – PAI
MOH. ALI KUTSI
INSTITUT ILMU KEISLAMAN ZAINUL HASAN
KRAKSAAN-PROBOLINGGO
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kami haturkan
kepada Allah SWT. yang telah memberikan beberapa kenikmatan yang berupa Iman,
Islam dan kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul Paradigma Baru Tentang Mengajar.
Salawat dan salam semoga tetap
tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW.rasul yang terahir yang
telah membawa kita dari alam jahiliyah menuju alam ilmiyah yang penuh barakah
ini
Mereka yang telah memberikan
arahan dan bimbingan juga bantuan berupa materiil kepada kami, sehingga makalah
ini dapat terselesaikan.
Tidak lupa kami haturkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam penulisan makalah ini
, begitu juga kami mohon maaf apabila dalam penulisan ini terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan sehingga saran dan kritik yang membangun sangat kami
harapkan.
Kraksaan,
8 April 2016
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL......................................................................................... i
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB
I : PENDAHULUAN....................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah........................................................... 1
B.
Rumusan Masalah..................................................................... 1
BAB
II : PEMBAHASAN.......................................................................... 2
A. Pengertian Mengajar ................................................................ 2
B.
Perlunya Perubahan Paradigma Tentang
Mengajar ................. 5
C.
Paradigma Baru Dalam Mengajar
(Pembelajaran) ................... 8
BAB III : PENUTUP ................................................................................. 12
A. Kesimpulan............................................................................ 12
B.
Kritik Dan Saran..................................................................... 12
DAFTAR
PUSTAKA..................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam suatu
proses belajar mengajar, dua unsur yang sangat penting adalah metode mengajar
dan media pembelajaran. Kedua aspek ini saling berkaitan. Pemilihan salah satu
metode mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis media pembelajaran yang
sesuai, meskipun masih ada berbagai aspek lain yang harus diperhatikan dalam
memilih media pembelajaran, antara lain tujuan pembelajaran, jenis tugas dan
respons yang diharapkan, ternasuk karakteristik siswa. Meskipun demikian, dapat
dikatakan bahwa salah satu fungsi utama media pembelajaran adalah sebagai alat
bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar
yang ditata dan diciptakan oleh guru.
Pemakaian media
pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan minat dan
keinginan yang baru, motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan
membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media
pembelajaran pada tahap orientasi pengajaran akan sangat membantu keefektifan
proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat itu,
sehingga yang menjadi tujuan dari pembelajaran bisa tercapai secara maksimal.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat
diambil rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah perlu paradigma baru dalam mengajar ?
2. Bagaimanakah paradigma baru dalam mengajar ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MENGAJAR
Mengajar
merupakan suatu proses yang kompleks. Tidak hanya sekedar menyampaiklan
informasi dari guru kepada siswa. banyak kegiatan maupun tindakan yang harus
dilakukan, terutama bila diingkan hasil belajar lebih baik pada seluruh siswa.
Mengajar
adalah segala upaya yang disengaja dalam rangka memberi kemungkinan bagi siswa
untuk terjadinya proses belajar sesuai dengan tujuan yang dirumuskan.
Menurut
William H Button, pengertian mengajar adalah upaya dalam memberikan perangsang
(stimulus), bimbingan, pengarahan, dan dorongan, kepada siswa agar terjadi
proses belajar.
Menurut
Gagne dan Bringgs mengajar adalah bukan upaya guru menyampaikan bahan
pelajaran, tetapi bagaimana siswa dapat mempelajari bahan pelajaran sesuai
tujuan.
Berdasarkan
uraian di atas, dapat difahami bahwa aktivitas yang menonjol dalam pengajaran
ada pada siswa. namun demikian bukanlah berarti peran guru tersisih, melainkan
diubah. Guru berperan bukan sebagai penyampai informasi, tetapi bertindak
sebagai director dan falitator of learning yaitu pengarah dan pemberi fasilitas
untuk terjadinya proses belajar.[1]
Guru
sebagai fasilitator dalam proses belajar mengajar bertugas menciptakan situasi
dan kondisi yang memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar yang lebih
efektif dan efisien. Sebelum mengajar, guru harus merencanakan kegiatan
pengajaran secara sistematis, sehingga dapat terampil dalam proses belajar mengajar.
Achmad
Badawi mengatakan bahwa mengajar yang dilakukan oleh guru dikatakan berkualitas
apabila seorang guru dapat menampilkan kelakuan yang baik dalam usaha
mengajarnya. Kelakukan tersebut diharapkan mencerminkan kemampuan guru dalam
mengelola proses belajar mengajar yang berkualitas yang meliputi:
1. Kemampuan dalam mempersiapkan
pengajaran.
a. Kemampuan merencanakan proses
belajar mengajar.
b. Kemampuan mempersiapkan bahan
pengajaran.
c. Kemampuan merencanakan media
dan sumber.
d. Kemampuan merencanakan
penilaian terhadap prestasi siswa.
2. Kemampuan dalam melaksanakan
pengajaran.
a. Kemampuan menguasai bahan yang
direncanakan dan disesuaikannya.
b. Kemampuan dalam mengelola
proses belajar mengajar.
c. Kemampuan mengelola kelas.
d. Kemampuan menggunakan metode
dan sumber.
e. Kemampuan melaksanakan
interaksi belajar mengajar.
f. Kemampuan melaksanakan
penilaian terhadap hasil pengajaran.
g. Kemampuan pengadministrasian
kegiatan belajar mengajar.[2]
Pembelajaran
terkait dengan bagaimana (how to) membelajarkan siswa atau bagaimana membuat
siswa dapat belajar dengan mudah dan terdorong oleh kemauannya sendiri untuk
mempelajari apa (what to) yang teraktualiasi dalam kurikulum sebagai kebutuhan
peserta didik. Oleh karena itu, pembelajaran berupaya menjabarkan nilai-nilai
yang terkandung di dalam kurikulum dengan menganalisis tujuan pembelajaran dan
karakteristik isi bidang studi yang terkandung dalam kurikulum.
Pencapaian
keberhasilan belajar tidak hanya menjadi tanggung jawab siswa saja, tetapi guru
ikut bertanggung jawab dalam menciptakan situasi yang mendorong prakarsa,
motivasi siswa untuk melakukan kegiatan belajar sepanjang hayat. Karena itu,
dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran guru harus memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1. Berpusat
pada siswa
Setiap
siswa pada dasarnya berbeda, dan telah ada dalam dirinya minat (interest),
kemampuan (ability), kesenangan (preference), pengalaman (experience) dan cara
belajar (learning style) yang berbeda antara siswa yang satu dengan siswa lainnya.
Oleh karena itu guru harus mengorganisasikan kegiatan pembelajaran, materi
pembelajaran, waktu belajar, media dan sumber belajar, dan cara penilaian yang
disesuaikan dengan karakteristik individual siswa.
2. Pembalikan
makna belajar
Dalam
konsep tradisional belajar hanya diartikan penerimaan informasi oleh peserta
didik dari guru. Namun makna belajar ini harus dibalik, di mana belajar
diartikan proses aktivitas dan kegiatan siswa membangun pengetahuan dan
pemahaman terhadap informasi atau pengalaman. Dan pada dasarnya proses
membangun pengetahuann dan pemahaman dapat dilakukan sendiri oleh siswa dengan
persepsi, pikiran serta perasaan siswa.
3. Belajar
dengan melakukan
Aktivitas
siswa dalam belajar akan sangat ideal apabila dilakukan dalam kegiatan nyata
yang melibatkan dirinya, terutama untuk mencari dan menemukan serta
mempraktekkannya sendiri. Dengan cara ini siswa tidak akan mudah melupakan apa
yang diperolehnya selama mengikuti pembelajaran.
4. Mengembangkan
kemampuan sosial, kognitif dan emosional
Dalam
kegiatan pembelajaran siswa harus dikondisikan dalam suasana interaksi dengan
orang lain seperti antar siswa, antara siswa dengan guru, dan siswa dengan
masyarakat. Dengan interaksi yang intensif siswa akan mudah untuk membangun
pemahamannya. Guru harus mendorong terjadinya sosialisasi pada diri
masing-masing siswa, di mana siswa belajar saling menghormati dan menghargai
terhadap perbedaan-perbedaan dan agar siswa terdorong untuk saling membangun
pengertian yang diselaraskan dengan pengetahuan dan tindakannya.
5. Mengembangkan
keterampilan pemecahan masalah
Dalam
kehidupan sehari-hari setiap orang akan dihadapkan kepada berbagai permasalahan
yang harus diselesaikan, sehingga diperlukan keterampilan dalam memecahkan
masalah. Untuk itu seseorang harus belajar melalui pendidikan dan pengajaran.
Oleh karena itu dalam proses pembelajaran perlu diciptakan situasi yang
menantang kepada siswa untuk mencari dan menemukan masalah, serta melakukan
pemecahan dan mengambil kesimpulan.
6. Mengembangkan
kemampuan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi
Ilmu
pengetahuan dan teknologi diciptakan untuk memudahkan manusia dalam menjalankan
kehidupannya sehingga siswa perlu mengenal dan mampu menggunakan ilmu
pengetahuan dan teknologi sejak dini, serta tidak gagap terhadap perkembangan
ilmu dan teknologi. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran diarahkan untuk
memberikan kesempatan dan peluang kepada siswa memperoleh informasi dari sumber
belajar dan media pembelajaran yang menggunakan teknologi serta diarahkan untuk
mengenal dan mampu menggunakan multi media yang dapat dapat digunakan dalam
penyajian materi pembelajaran.
7. Belajar
sepanjang hayat
Dalam
Islam menuntut ilmu diwajibkan bagi setiap muslim. Siswa memerlukan kemampuan
belajar sepanjang hayat dalam rangka memupuk dan mengembangkan ketahanan fisik
dan mentalnya, sehingga pembelajaran diarahkan agar siswa berpikir positif
tentang siapa dirinya, mengenali dirinya sendiri dengan segala kelebihan dan
kekurangan yang dimilikinya serta mensyukuri atas segala rahmat, nikmat serta
karunia yang telah dianugerahkan Allah kepada dirinya.
8. Perpaduan
kemandirian dan kerjasama
Siswa
perlu diberi pengertian dan pemahaman untuk belajar berkompetisi secara sehat,
bekerjasama, dan mengembangkan solidaritasnya. Hal ini perlu dikembangkan oleh
guru dengan pemberian tugas-tugas individu untuk menumbuhkan kemandirian dan
semangat berkompetisi maupun tugas kelompok untuk menumbuhkan kerjasama dan
solidaritas.[3]
B. PERLUNYA
PERUBAHAN PARADIGMA TENTANG MENGAJAR
Mengajar
adalah terjemahan dari teach secara deskriptif mengajar diartikan sebagai
proses penyampaian informasi atau pengetahuan dari guru kepada peserta didik.
Proses penyampaian ini sering juga dianggap sebagai proses mentransfer ilmu.
Dalam konteks ini transfer tidak diartikan dengan pemindahan seperti
mentransfer uang, maka jumlah uang yang dimiliki seseorang akan berkurang
bahkan hilang setelah ditransfer pada orang lain.[4]
Tetapi
apakah mengajar pada abad teknologi ini masih diartikan hanya sebagai proses penyampaian informasi atau
pengetahuan dari guru kepada peserta didik
sebagai proses menanamkan pengetahuan dalam abad teknologi sekarang ini
masih berlaku? Bagaimana seandainya pengajar (guru) tidak berhasil menanamkan
pengetahuan kepada orang yang diajarnya masih juga dianggap orang tersebut
telah mengajar? Lalu, kalau begitu apa kriteria keberhasilan mengajar? Apakah
mengajar hanya ditentukan oleh seberapa be-sar pengetahuan yang telah
disampaikan?
Pandangan
mengajar yang hanya sebatas menyampaikan ilmu pengeta-huan itu, dianggap sudah
tidak sesuai lagi dengan keadaan. Mengapa demiki-an? Minimal ada tiga alasan
penting. Alasan inilah yang kemudian menuntut perlu terjadinya perubahan
paradigma mengajar dari mengajar hanya sebatas menyampaikan materi pelajaran
kepada mengajar sebagai proses mengatur lingkungan.
1) Pertama, siswa bukan orang
dewasa dalam bentuk mini, akan tetapi me-reka adalah organisme yang sedang
berkembang. Agar mereka dapat melak-sanakan tugas-tugas perkembangannya,
dibutuhkan orang dewasa yang dapat mengarahkan dan membimbing mereka agar
tumbuh dan berkembang secara optimal. Oleh karena itulah, kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi khu-susnya teknologi informasi yang memungkinkan
setiap siswa dapat dengan mudah mendapatkan berbagai informasi, tugas dan
tanggung jawab guru bu-kan semakin sempit akan tetapi justru semakin komplek.
Guru bukan saja di-tuntut untuk lebih aktif mencari informasi yang dibutuhkan,
akan tetapi ia ju-ga harus mampu menyeleksi berbagai informasi, sehingga dapat
menunjuk-kan pada siswa informasi yang dianggap perlu dan penting untuk
kehidupan mereka. Guru harus menjaga siswa agar tidak terpengaruh oleh berbagai
in-formasi yang dapat menyesatkan dan mengganggu pertumbuhan dan perkem-bangan
mereka. Karena itulah, kemajuan teknologi menuntut perubahan pe-ran guru. Guru
tidak lagi memposisikan diri sebagai sumber belajar yang ber-tugas menyampaikan
informasi, akan tetapi harus berperan sebagai pengelola sumber belajar untuk
dimanfaatkan siswa itu sendiri.
2) Kedua, ledakan ilmu pengetahuan
mengakibatkan kecenderungan setiap orang tidak mungkin dapat menguasai setiap
cabang keilmuan. Begitu hebat-nya perkembangan ilmu biologi, ilmu ekonomi,
hukum dan lain sebagainya. Apa yang dulu tidak pernah terbayangkan, sekarang
menjadi kenyataan. Dalam bidang teknologi, begitu hebatnya orang menciptakan
benda-benda me-kanik yang bukan hanya diam, tapi bergerak, bahkan dapat terbang
menem-bus angkasa luar. Demikian juga kehebatan para ahli yang bergerak dalam
bidang kesehatan yang mampu mencangkok organ tubuh manusia sehingga menambah
harapan hidup manusia. Semua dibalik kehebatan-kehebatan itu, bersumber dari
apa yang kita sebut sebagai pengetahuan. Abad pengetahuan itulah yang
seharusnya menjadi dasar perubahan. Bahwa belajar, bukan ha-nya sekedar
mengahapal informasi, menghapal rumus-rumus, akan tetapi ba-gaimana menggunakan
informasi dan pengatahuan itu untuk mengasah ke-mampuan berpikir.
3) Ketiga, penemuan-penemuan baru
khususnya dalam bidang psikologi, mengakibatkan pemahaman baru terhadap konsep
perubahan tingkah laku manusia. Dewasa ini, anggapan manusia sebagai organisma
yang pasif yang perilakunya dapat ditentukan oleh lingkungan seperti yang
dijelaskan dalam aliran behavioristik, telah banyak ditinggalkan orang. Orang
sekarang lebih percaya, bahwa manusia adalah organisme yang memiliki potensi
seperti yang dikembangkan oleh aliran kognitif wholistik. Potensi itulah yang
akan menen-tukan perilaku manusia. Oleh karena itu proses pendidikan bukan lagi
mem-berikan stimulus, akan tetapi usaha mengembangkan potensi yang dimiliki. Di
sini, siswa tidak lagi dianggap sebagai objek, akan tetapi sebagai subjek
belajar yang harus mencari dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.
Pe-ngetahuan itu tidak diberikan, akan tetapi dibangun oleh siswa.
Ketiga
hal di atas, menuntut perubahan makna dalam mengajar. Mengajar tidak hanya
diartikan sebagai proses menyampaikan materi pembelajaran, atau memberikan
stimulus sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi ju-ga mengajar dipandang
sebagai proses mengatur lingkungan agar siswa bela-jar sesuai dengan kemampuan
dan potensi yang dimilikinya. Pengaturan ling-kungan adalah proses menciptakan
iklim yang baik seperti penataan lingkung-an, penyediaan alat dan sumber
pembelajaran, dan hal-hal lain yang memung-kinkan siswa betah dan merasa senang
belajar sehingga mereka dapat berkem-bang secara optimal sesuai dengan bakat,
minat dan potensi yang dimilikinya. Istilah mengajar bergeser pada istilah
pembelajaran yang sering digunakan dewasa ini.
C. PARADIGMA
BARU DALAM MENGAJAR (PEMBELAJARAN)
Dalam
paradigma baru pendidikan, tujuan pembelajaran bukan hanya untuk merubah
perilaku siswa, tetapi membentuk karakter dan sikap mental profesional yang
berorientasi pada global mindset. Fokus pembelajarannya adalah pada ‘mempelajari
cara belajar’ (learning how to learn) dan bukan hanya semata pada mempelajari
substansi mata pelajaran. Sedangkan pendekatan, strategi dan metoda
pembelajarannya adalah mengacu pada konsep konstruktivisme yang mendorong dan
menghargai usaha belajar siswa dengan proses enquiry & discovery learning.
Dengan pembelajaran konstruktivisme memungkinkan terjadinya pembelajaran
berbasis masalah. Siswa sebagai stakeholder terlibat langsung dengan masalah,
dan tertantang untuk belajar menyelesaikan berbagai masalah yang relevan dengan
kehidupan mereka. Dengan skenario pembelajaran berbasis masalah ini siswa akan
berusaha memberdayakan seluruh potensi akademik dan strategi yang mereka miliki
untuk menyelesaikan masalah secara individu/kelompok. Prinsip pembelajaran konstruktivisme
yang berorientasi pada masalah dan tantangan akan menghasilkan sikap mental
profesional, yang disebut researchmindedness dalam pola pikir siswa, sehingga
kegiatan pembelajaran selalu menantang dan menyenangkan.
Diantara
model pembelajaran yang masih relevan sekarang ini yaitu PAKEM. Mengapa Pakem?.
Pakem yang merupakan singkatan dari pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan
menyenangkan, merupakan sebuah model pembelajaran kontekstual yang melibatkan
paling sedikit empat prinsip utama dalam proses pembelajarannya.
1) Pertama, proses Interaksi
(siswa berinteraksi secara aktif dengan guru, rekan siswa, multi-media,
referensi, lingkungan dsb).
2) Kedua, proses Komunikasi
(siswa mengkomunikasikan pengalaman belajar mereka dengan guru dan rekan siswa
lain melalui cerita, dialog atau melalui simulasi role-play).
3) Ketiga, proses Refleksi,
(siswa memikirkan kembali tentang kebermaknaan apa yang mereka telah pelajari,
dan apa yang mereka telah lakukan).
4) Keempat, proses Eksplorasi
(siswa mengalami langsung dengan melibatkan semua indera mereka melalui
pengamatan, percobaan, penyelidikan dan/atau wawancara).
Pelaksanaan
Pakem harus memperhatikan bakat, minat dan modalitas belajar siswa, dan bukan
semata potensi akademiknya. Dalam pendekatan pembelajaran Quantum (Quantum
Learning) ada tiga macam modalitas siswa, yaitu modalitas visual, auditorial
dan kinestetik. Dengan modalitas visual dimaksudkan bahwa kekuatan belajar
siswa terletak pada indera ‘mata’ (membaca teks, grafik atau dengan melihat
suatu peristiwa), kekuatan auditorial terletak pada indera ‘pendengaran’
(mendengar dan menyimak penjelasan atau cerita), dan kekuatan kinestetik
terletak pada ‘perabaan’ (seperti menunjuk, menyentuh atau melakukan). Jadi,
dengan memahami kecenderungan potensi modalitas siswa tersebut, maka seorang
guru harus mampu merancang media, metoda/atau materi pembelajaran kontekstual
yang relevan dengan kecenderungan potensi atau modalitas belajar siswa.
Peranan
Seorang Guru. Agar pelaksanaan Pakem berjalan sebagaimana diharapkan, John B.
Biggs and Ross Telfer, dalam bukunya “The Process of Learning”, 1987, edisi
kedua, menyebutkan paling tidak ada 12 aspek dari sebuah pembelajaran kreatif,
yang harus dipahami dan dilakukan oleh seorang guru yang baik dalam proses
pembelajaran terhadap siswa:[5]
1)
Memahami potensi siswa yang tersembunyi dan
mendorongnya untuk berkembang sesuai dengan kecenderungan bakat dan minat
mereka,
2)
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar
meningkatkan rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan bantuan jika
mereka membutuhkan,
3)
Menghargai potensi siswa yang lemah/lamban dan
memperlihatkan entuisme terhadap ide serta gagasan mereka,
4)
Mendorong siswa untuk terus maju mencapai sukses
dalam bidang yang diminati dan penghargaan atas prestasi mereka,
5)
Mengakui pekerjaan siswa dalam satu bidang untuk
memberikan semangat pada pekerjaan lain berikutnya.
6)
Menggunakan kemampuan fantasi dalam proses
pembelajaran untuk membangun hubungan dengan realitas dan kehidupan nyata.
7)
Memuji keindahan perbedaan potensi, karakter, bakat
dan minat serta modalitas gaya belajar individu siswa,
8)
Mendorong dan menghargai keterlibatan individu siswa
secara penuh dalam proyek-proyek pembelajaran mandiri,
9)
Menyatakan kapada para siswa bahwa guru-guru
merupakan mitra mereka dan perannya sebagai motivator dan fasilitator bagi
siswa.
10) Menciptakan suasana
belajar yang kondusif dan bebas dari tekanan dan intimidasi dalam usaha
meyakinkan minat belajar siswa,
11) Mendorong terjadinya
proses pembelajaran interaktif, kolaboratif, inkuiri dan diskaveri agar
terbentuk budaya belajar yang bermakna (meaningful learning) pada siswa.
12) Memberikan tes/ujian
yang bisa mendorong terjadinya umpan balik dan semangat/gairah pada siswa untuk
ingin mempelajari materi lebih dalam.
Proses
pembelajaran akan berlangsung seperti yang diharapkan dalam pelaksanaan konsep
Pakem jika peran para guru dalam berinteraksi dengan siswanya selalu memberikan
motivasi, dan memfasilitasinya tanpa mendominasi, memberikan kesempatan untuk
berpartisipasi aktif, membantu dan mengarahkan siswanya untuk mengembangkan
bakat dan minat mereka melalui proses pembelajaran yang terencana. Perlu
dicatat bahwa tugas dan tanggung jawab utama para guru dalam paradigma baru
pendidikan ”bukan membuat siswa belajar” tetapi ”membuat siswa mau belajar”, dan
juga ”bukan mengajarkan mata pelajaran” tetapi ”mengajarkan cara bagaimana
mempelajari mata pelajaran”. Prinsip pembelajaran yang perlu dilakukan: ”Jangan
meminta siswa Anda hanya untuk mendengarkan, karena mereka akan lupa. Jangan
membuat siswa Anda memperhatikan saja, karena mereka hanya bisa mengingat.
Tetapi yakinkan siswa Anda untuk melakukannya, pasti mereka akan mengerti”.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mengajar merupakan suatu aktivitas
mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya
dengan anak, sehingga terjadi proses belajar. Kegiatan mengajar biasanya
diidentikkan dengan tugas guru di sekolah dan dosen di perguruan tinggi.
Mengajar pada hakekatnya adalah melakukan kegiatan belajar, sehingga proses
belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien.
Pengertian mengajar secara
deskriptif diartikan sebagai proses penyampaian informasi atau pengetahuan dari
guru kepada peserta didik. Tetapi paradigma baru pendidikan menuntut perubahan
makna dalam mengajar. Mengajar tidak hanya diartikan sebagai proses
menyampaikan materi pembelajaran, atau memberikan stimulus sebanyak-banyaknya
kepada siswa, akan tetapi ju-ga mengajar dipandang sebagai proses mengatur
lingkungan agar siswa belajar sesuai dengan kemampuan dan potensi yang
dimilikinya.
Dalam paradigma baru pendidikan,
tujuan pembelajaran bukan hanya untuk merubah perilaku siswa, tetapi membentuk
karakter dan sikap mental profesional yang berorientasi pada global mindset.
Fokus pembelajarannya adalah pada ‘mempelajari cara belajar’ (learning how to
learn) dan bukan hanya semata pada mempelajari substansi mata pelajaran.
B. Kritik Dan Saran
Penulis banyak berharap para
pembaca dapat memberikan kritik dan
saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan
penulisan makalah di kesempatan - kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini
berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
B. Surya
Subroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta, 1997
Darwin Syah, Perencanaan
Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Gaung Persada Press,
2007
Muhammad Ali, Guru
Dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung, Sinar Baru Algensindo, 2008
Usman, Moh
Uzer. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2000
Andri Hakim. Hipnosis
In Teaching (Cara Dahsyat Mendidikan dan Mengajar). Jakarta: Visimedia,
2011
[1] Muhammad Ali, Guru Dalam Proses Belajar
Mengajar, (Bandung, Sinar Baru Algensindo, 2008), hlm 11-13
[2] B. Surya Subroto, Proses Belajar Mengajar di
Sekolah (Jakarta: Rineka Cipta, 1997)., hlm. 20
[3] Darwin Syah, Perencanaan Sistem Pengajaran
Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), hlm. 285.
[4] Usman, Moh Uzer. Menjadi Guru Profesional.
(Bandung: Remaja Rosdakarya. 2000), hlm. 66
[5] Andri Hakim. Hipnosis In Teaching
(Cara Dahsyat Mendidikan dan Mengajar). (Jakarta: Visimedia, 2011), hlm. 94
Tidak ada komentar:
Posting Komentar